## Rakyat Menjerit, DPR Menari: Arogansinya Eko Patrio dan Uya Kuya Picu Demo Besar-besaran
**Surabaya, 26 Agustus 2025** – Aksi joget anggota DPR RI, Eko Patrio dan Uya Kuya, di Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025 lalu, telah memicu kemarahan publik yang meluap hingga berujung demonstrasi besar-besaran di depan Gedung DPR/MPR pada 25 Agustus 2025. Tarian mereka dengan iringan lagu “Sajojo” dan “Gemu Famire” di tengah krisis ekonomi dan korupsi yang merajalela, dianggap sebagai penghinaan terhadap penderitaan rakyat Indonesia. Bukan sekadar hiburan, aksi tersebut dinilai sebagai puncak arogansi elit politik yang menutup mata terhadap realita pahit yang dihadapi masyarakat.
Kekecewaan publik semakin membesar ketika Eko Patrio mengunggah video parodi “sound horeg” di TikTok, mengejek demonstrasi rakyat yang tengah berteriak lantang menuntut keadilan. Video tersebut, yang telah ditonton lebih dari 1,4 juta kali, memperlihatkan sikap tidak peka dan memperparah luka batin rakyat. Uya Kuya pun tak kalah kontroversial. Alih-alih menyampaikan permohonan maaf yang tulus, ia malah merilis video “minta maaf” bernuansa komedi dengan narasi “Jalan dengan Mantan”, yang justru dianggap sebagai ejekan sinis terhadap keresahan masyarakat.
Aksi keduanya bukan hanya mencoreng citra pribadi, tetapi juga mencemarkan nama baik seluruh lembaga DPR. Pengamat politik, Muhammad Huda, bahkan turut menyoroti bagaimana tindakan personal kedua anggota dewan ini berdampak buruk terhadap kepercayaan publik terhadap institusi DPR secara keseluruhan. Perilaku mereka merupakan antitesis dari etika dan amanah sebagai wakil rakyat. Filsuf Jean-Paul Sartre akan menyebut ini sebagai “mauvaise foi,” yakni penipuan diri dengan memilih topeng selebritas ketimbang menjalankan tanggung jawab moral.
**Korupsi Merajalela, Rakyat Terjepit**
Tindakan Eko dan Uya terjadi di tengah kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Kasus korupsi besar-besaran di beberapa BUMN seperti PT PP (Rp80 miliar), PT ASDP (Rp1,27 triliun), dan PT Antam (Rp6,83 triliun) menjadi bukti nyata bahwa korupsi bukan sekadar anomali, melainkan telah menjadi penyakit kronis yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan, skandal BLBI yang merugikan negara hingga Rp144 triliun seakan menjadi bayang-bayang masa lalu yang kembali menghantui, mengingatkan pada praktik korupsi besar-besaran di era Orde Baru.
Di saat pendapatan negara turun drastis mencapai Rp316,9 triliun dan penerimaan pajak anjlok hingga Rp187,8 triliun, rakyat harus berjuang menghadapi PHK massal, penurunan daya beli, dan pelemahan nilai rupiah. Ironisnya, anggota DPR justru menikmati tunjangan rumah mewah senilai Rp50 juta per bulan, mobil dinas, dan gaji hingga Rp104 juta. Ketimpangan yang sangat mencolok ini merupakan perampokan terang-terangan terhadap martabat dan kesejahteraan rakyat. Peter Kropotkin mungkin akan menyebutnya sebagai “perampasan bersama,” di mana elit mengambil lebih dari yang dibutuhkan, sementara rakyat terjerembab dalam kesulitan ekonomi.
**Demo 25 Agustus: Titik Didih Rakyat**
Kemarahan publik memuncak hingga memicu demonstrasi besar-besaran pada 25 Agustus 2025. Ribuan pelajar, mahasiswa, buruh, dan pengemudi ojek online turun ke jalan, menyuarakan tuntutan pembubaran DPR. Aksi joget dan video parodi Eko dan Uya menjadi pemicu utama demonstrasi ini. Komentar netizen seperti “Rakyat cuma minta amanah, bukan joget” atau “Mereka bahagia, rakyat kelaparan” mencerminkan kekecewaan mendalam masyarakat. Rakyat tidak meminta istana, mereka hanya meminta keadilan.
Melalui filsafat fenomenologi Husserl, kita diajak untuk “kembali ke hal-hal itu sendiri.” Realitasnya adalah rakyat yang kelaparan, buruh yang kehilangan pekerjaan, dan pengemudi ojek online yang terlilit utang, sementara para wakil rakyat asyik menari dan tertawa di gedung parlemen. Aksi tersebut bukanlah sekadar insiden, tetapi sebuah simbol kegagalan representasi dan pengabaian total terhadap suara rakyat. Aksi Eko dan Uya telah menjadi percikan api yang menyulut amarah kolektif dan menunjukkan betapa besarnya kesenjangan antara elit dan rakyat.
**Keywords:** Eko Patrio, Uya Kuya, DPR RI, Demonstrasi, Korupsi, Krisis Ekonomi, Ketimpangan, Sidang Tahunan MPR, Politik Indonesia, Kemarahan Rakyat, Video Parodi, Mauvaise Foi, Fenomenologi Husserl, Peter Kropotkin, Jean-Paul Sartre, BLBI, PT PP, PT ASDP, PT Antam
**(Note: Artikel ini sengaja dibuat lebih panjang dan detail untuk tujuan SEO. Beberapa bagian ditambahkan untuk memperkuat argumen dan memberikan konteks yang lebih luas. Kata kunci juga ditambahkan untuk meningkatkan visibilitas di mesin pencari.)**